Cerai Gugat merupakan perceraian yang diajukan oleh Istri. Cerai gugat tertuang dalam Pasal 132 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi, “Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.†Dalam pasal ini, terdapat istilah penggugat yang dimaksudkan untuk menyebut istri yang mengajukan gugatan perceraian. Sementara suami yang digugat disebut dengan pihak tergugat.
Permohonan cerai talak merupakan perceraian yang diajukan oleh suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam, talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam berbunyi, “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan, serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu". Dalam cerai talak, suami yang mengajukan permohonan cerai talak disebut dengan pemohon. Sedangkan, pihak istri disebut termohon. Dalam cerai talak, setelah hakim menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, suami akan mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama yang dihadiri oleh istri atau kuasanya. Jika suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo enam bulan sejak putusan pengadilan dijatuhkan, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur. Perceraian pun dianggap batal dan ikatan pernikahannya tetap utuh.
Permohonan dapat disebut juga sebagai gugatan voluntair dimana maksdunya adalah gugatan permohonan dilakukan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik sebagai tergugat. Landasan hukum permohonan merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU 14/1970). Meskipun UU 14/1970 tersebut telah diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, apa yang digariskan Pasal 2 dan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 14/1970 itu, masih dianggap relevan sebagai landasan gugatan voluntair yang merupakan penegasan.
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Agama. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Agama kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Agama dimana putusan tersebut dijatuhkan.
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi Agama. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi Agama kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Agama